Di
antara bentuk ketakwaan seorang hamba kepada Allah swt adalah dengan
menjalankan dan menjaga amanah yang dipikulnya. Baik amanah yang
berkaitan dengan kewajiban kepada Allah swt seperti shalat, berwudhu,
membayar zakat dan yang lainnya, maupun yang berkaitan dengan kewajiban
kepada sesama manusia. Sehingga seseorang perlu memahami bahwa amanah
itu sangat luas cakupannya. Dan amanah yang diemban oleh setiap orang
tidak selalu sama dengan yang lainnya. Namun semuanya akan dimintai
pertanggungjawabannya di hadapan Allah swt nanti atas pelaksanaan amanah
yang dipikulnya.
Perlu diketahui, bahwa
menjalankan amanah dan menjaganya bukanlah perkara yang bisa dilakukan
semudah membalik tangan. Allah swt telah menjelaskan tentang beratnya
amanah di dalam firman-Nya:
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا (٧٢)
“Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh” (QS Al-Ahzab: 72)
Di dalam ayat tersebut kita
mengetahui, bahwa makhluk-makhluk Allah swt yang sangat besar tidak
bersedia menerima amanah yang ditawarkan kepada mereka. Yaitu amanah
yang berupa menjalankan syariat yang Allah swt turunkan melalui
utusan-Nya. Mereka enggan untuk menerima amanah tersebut bukan karena
ingin menyelisihi Allah swt. Bukan pula karena mereka tidak berharap
balasan Allah swt yang sangat besar dengan menjalankan amanah tersebut.
Akan tetapi mereka menyadari betapa beratnya memikul amanah. Sehingga
mereka khawatir akan menyelisihi amanah tersebut yang berakibat akan
terkena siksa Allah swt yang sangat pedih. Hanya saja, manusia dengan
berbagai kelemahannya, memilih untuk menerima amanah tersebut. Sehingga
kemudian terbagilah manusia menjadi tiga kelompok;
Kelompok yang pertama
adalah orang–orang yang menampakkan dirinya seolah-olah menjalankan
amanah. Yaitu dengan menampakkan keimanannya namun sesungguhnya mereka
tidak beriman. Mereka itulah yang disebut orang–orang munafik.
Kelompok kedua
adalah orang-orang yang dengan terang-terangan menyelisihi amanah
tersebut. Yaitu mereka tidak mau beriman baik secara lahir maupun batin.
Mereka adalah orang-orang kafir dan musyrikin.
Sedangkan kelompok ketiga adalah orang-orang yang menjaga amanah yaitu orang-orang yang beriman baik secara lahir maupun batin.
Dua kelompok pertama yang kita
sebutkan tadi akan diadzab dengan adzab yang sangat pedih. Sedangkan
kelompok yang ketiga yaitu mereka yang beriman secara lahir dan batin,
merekalah orang-orang yang akan mendapatkan ampunan serta rahmat dari
Allah swt. Hal ini sebagaimana tersebut dalam ayat berikutnya dalam
firman-Nya:
لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٧٣)
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Ahzab: 73)Amanah yang berkaitan dengan menjalankan syariat Allah swt atau ibadah ini, harus dilakukan dengan memenuhi dua syarat. Kedua syarat tersebut sesungguhnya merupakan realisasi dari dua kalimat syahadat yang selalu kita ucapkan. Kedua syarat tersebut, yang pertama adalah ikhlas dan yang kedua adalah harus dilakukan sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad saw.
Oleh karenanya, wajib bagi kita
untuk hanya mengharapkan ridha Allah swt semata dalam menjalankan
peribadatan kepada-Nya. Hal ini ditandai dengan istiqamahnya kita dalam
beribadah kepada Allah swt baik ketika sendirian maupun ketika bersama
orang lain. Sehingga kita tidak menjadi orang yang taat ketika dilihat
orang lain namun bermaksiat kepada Allah swt ketika sendirian. Janganlah
kita lupa bahwa Allah swt mengetahui segala perbuatan dan mengetahui
seluruh yang ada di dalam hati kita. Ingatlah firman Allah swt:
أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ (٧٧)
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?” (QS Al-Baqarah: 77)
Sedangkan untuk menjalankan
syarat yang kedua, wajib bagi kita untuk berilmu dulu sebelum beramal.
Sehingga kita tidak boleh seenaknya sendiri atau sekedar ikut-ikutan
dalam tata cara peribadatan kepada Allah swt. Kita harus melakukannya
dengan aturan dan tata cara yang telah ditentukan oleh Rasulullah saw.
Karena kalau tidak demikian, maka akan berakibat tidak diterimanya
amalan kita. Lihatlah bagaimana Rasulullah saw memerintahkan seseorang
untuk mengulangi wudhunya karena ada bagian anggota wudhu yang tidak
terkena air. Begitu pula beliau saw memerintahkan seseorang untuk
mengulangi shalatnya karena tidak thuma’ninah ketika menjalankannya.
Semua ini menunjukkan bahwa
ibadah itu telah ditentukan aturannya oleh Allah swt. Sehingga kita
harus senantiasa mengingat bahwa shalat, puasa, membayar zakat,
menunaikan haji dan yang lain-lainnya dari bentuk-bentuk ibadah adalah
amanah yang kita harus menjalankannya sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan Allah swt.
Adapun amanah yang berhubungan
dengan muamalah, yaitu yang berkaitan dengan menjalankan kewajiban
kepada sesama manusia, Allah swt telah memerintahkan kita untuk
menjalankannya dalam firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha melihat.” (QS An-Nisa: 58)
Sedangkan cara untuk menjalankan
amanah ini, adalah dengan kita senantiasa menginginkan agar orang lain
mendapatkan kebaikan sebagaimana kita menginginkan kebaikan itu pada
diri kita. Hal ini sebagaimana sabda nabi saw:
لاَ يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ حَتَّى يـُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُـحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga seseorang yang
bermuamalah dengan orang lain, semestinya melihat dan bercermin pada
dirinya. Baik dalam hal jual beli, sewa-menyewa, bekerja pada pihak lain
atau instansi tertentu, dan yang lainnya. Yaitu dia tidak ingin
memperlakukan saudaranya dengan perlakuan yang tidak baik sebagaimana
dia tidak ingin perlakuan tersebut menimpa dirinya.
Oleh karena itu seseorang yang
menjual barang, misalnya, maka dia harus menjualnya dengan menjaga
amanah. Tidak boleh bagi seorang penjual untuk mengkhianati pembelinya
dengan berbuat curang dalam menimbang atau menakar. Dan tidak boleh
baginya untuk berbuat dzalim dengan meninggikan harga karena si pembeli
tidak mengetahui harga atau dengan menyembunyikan kerusakan atau cacat
yang ada pada barang tersebut. Begitu pula sebaliknya, tidak boleh bagi
pembeli untuk mengkhianati penjual dengan berdusta untuk mengurangi
harga yang sesungguhnya. Atau dengan menunda-nunda pembayaran barang
yang dibelinya padahal dia memiliki kemampuan untuk membayarnya.
Tidak boleh pula bagi seorang
yang menyewakan tempat, kendaraan, dan yang lainnya untuk berkhianat
kepada orang yang menyewa miliknya itu. Misalnya menipu orang yang
menyewa dengan meninggikan biaya sewanya, atau menyewakan sesuatu yang
tidak sesuai dengan yang dia tawarkan. Dan sebaliknya, tidak boleh bagi
orang yang menyewa untuk menipu sehingga biaya sewanya lebih murah dari
biaya yang semestinya, atau dia menggunakan barang sewaannya dengan
tidak hati-hati sehingga berakibat rusaknya barang tersebut. Begitu pula
orang yang bekerja pada sebuah perusahaan. Tidak boleh baginya untuk
datang dan pulang seenaknya, tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, atau melakukan kesibukan lain di tempat kerjanya sehingga
melalaikan dia dari tugas utamanya.
Termasuk dari menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan pendidikan.
Seorang pengajar harus berusaha menjaga amanah yang dipikulnya. Dia
harus berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Karena
terkadang anak didik lebih banyak melihat kepada sikap dan tingkah laku
pengajar daripada apa yang disampaikan kepada mereka. Begitu pula dia
berusaha menyampaikan ilmu yang bermanfaat dengan cara yang mudah
dipahami oleh anak didiknya serta tidak memaksakan diri untuk
menyampaikan pelajaran yang belum dikuasainya yang berakibat dirinya
akan terjatuh pada perbuatan “berbicara tanpa ilmu”. Terutama yang
terkait dengan masalah agama. Semuanya harus dilakukan dengan menjaga
amanah.
Termasuk menjaga amanah adalah
yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap orang-orang yang berada di
bawah kekuasaan dan pemeliharaannya. Semakin banyak atau semakin luas
lingkup kekuasaannya maka semakin besar tanggung jawabnya. Maka seorang
penguasa bertanggung jawab atas warga negaranya dan seorang pemimpin
bertanggung jawab terhadap bawahannya. Begitu pula seorang suami
bertanggung jawab atas keluarganya, dan seterusnya.
Sudah semestinya bagi pemimpin
rumah tangga untuk memelihara keluarganya dari hal-hal yang membahayakan
mereka baik yang berkaitan dengan urusan dunia apalagi akhiratnya.
Terlebih pada saat kerusakan dan kemaksiatan tersebar di mana-mana.
Sebagaimana setiap orang tentu akan lebih berusaha menjaga hartanya
ketika dia mendengar bahwa pencurian dan yang semisalnya tengah
merajalela. Bahkan menjaga keluarga dan anak-anaknya dari kerusakan yang
ada di sekitarnya semestinya lebih diutamakan dari menjaga harta.
Karena melalaikan kewajiban ini akan menyebabkan munculnya generasi
mendatang yang akan berbuat kerusakan di muka bumi ini. Juga karena
setiap orangtua tentunya tidak menginginkan dirinya masuk ke dalam surga
sementara anak-anaknya diadzab di api neraka. Oleh karena itu,
semestinya kita berusaha menjaga amanah ini, sehingga mudah-mudahan
Allah swt menyelamatkan kita semua dan keluarga kita dari api neraka
serta mengumpulkan kita dan keluarga kita di dalam surga-Nya.
Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ (٢١)
“Dan
orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka
dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka[1426], dan
Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap
manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS Ant-Thuur: 21)
Sesungguhnya Allah swt di samping
menyebutkan di dalam firman-Nya perintah untuk menjalankan amanah, juga
menyebutkan kepada kita larangan untuk berbuat khianat. Sebagaimana
tersebut dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٧)
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27)
Bahkan Allah swt memberitakan
kepada kita dalam ayat-Nya bahwa mengkhianati amanah adalah sifat
orang-orang Yahudi, yang kita dilarang untuk meniru akhlak mereka. Hal
ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الأمِّيِّينَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (٧٥)
“Di antara ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan
di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu
dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu
menagihnya. yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “tidak
ada dosa bagi Kami terhadap orang-orang ummi. mereka berkata Dusta
terhadap Allah, Padahal mereka mengetahui.” (QS Ali Imran: 75)
Begitu pula Rasulullah saw
memberitakan kepada kita bahwa mengkhianati amanah adalah sifat
orang-orang munafik. Sebagaimana dalam sabdanya:
آيَةُ الْـمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
“Tanda-tanda
orang munafiq ada tiga: Jika berbicara berdusta, bila berjanji tidak
menepati janjinya, dan apabila diberi amanah mengkhianatinya.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Dalam riwayat Al-Imam Muslim t disebutkan:وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ
“Meskipun dia shalat dan puasa serta mengaku dirinya muslim.”
Maka sudah semestinya bagi kita
untuk berusaha menjaga amanah yang telah kita terima. Baik yang
berkaitan dengan kewajiban kita kepada Allah swt maupun kepada sesama
manusia. Akhirnya, mudah-mudahan Allah swt menjadikan kita sebagai
orang-orang yang bisa mengamalkan ilmu yang telah sampai kepada kita dan
mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah swt dan hadits-hadits Nabi saw
yang telah kita dengar. Dan mudah-mudahan Allah swt menjadikan kita
sebagai orang-orang yang senantiasa menjaga amanah yang ada di
pundak-pundak kita.
subhanallah...
ReplyDeletesangat inspiratif.. betapa indahnya islam..
ReplyDeleteyuk kita ramaikan dunia blog dengan artikel2 islami
ReplyDeleteislam itu indah.. rahmatan lil alamin
ReplyDelete